Kamis, 31 Maret 2016
Wow, Aceh Miliki 8.000 Tenaga Honorer dan Tenaga Kontrak
asncpns.com- Para bupati, wali kota dan para satuan kerja perangkat Aceh (SKPA) sudah diingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh untuk tidak menambah lagi tenaga kontrak atau honorer. Hal ini sudah dilakukan berulang kali, namun hasilnya tetap nihil.
Zaini Abdullah yang menjabat sebagai Gubernur Aceh sejak tiga tahun silam itu sudah mengingatkan para pejabat daerahnya itu untuk tidak melakukan penambahan tenaga honorer lagi. Tetapi anjurannya itu seolah menjadi angin berlalu saja.
Hal ini mengakibatkan jumlah tenaga honorer dan tenaga kontrak di kabupaten/kota dan di lembaga-lembaga tingkat provinsi menjadi bertambah banyak dan menyedot banyak anggaran pendapatan dan belanja kota (APBK) dan anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA) untuk membayarkan honor mereka setiap bulan.
Selain itu, jumlah PNS saat ini sangat memberatkan anggaran di sejumlah kebupaten/kota dan provinsi karena sudah melebihi kebutuhan. Juga, keberadaan tenaga honorer dan tenaga kontrak yang berjubel di daerahnya itu menyebabkan tidak adanya pekerjaan bagi sejumlah PNS.
Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Prof Dr H Yuddy Chrisnandi ME setelah mengetahui jumlah tenaga honorer dan tenaga kontrak yang ada di Pemprov Aceh mencapai 8.000-an orang itu mengaku sangat terkejut. “Saya nggak pernah tahu. Tapi, ini jumlah yang cukup besar dan perlu dipikirkan dari sekarang untuk menguranginya.” Kata Yuddy, kepada wartawan di Aceh, pekan lalu
Sekarang ini, Aceh masih menerima dana otonomi khusus (otsus). Sehingga, Pemprov Aceh bisa membayar honor tenaga honorer dan tenaga kontrak keseluruhannya itu. Dana otsus itu dimanfaatkan untuk membiayai usulan pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sedangkan, untuk membayar tenaga honorer menggunakan pendapatan asli daerah (PAD).
Oleh karena itu, Yuddy menyatakan, bagi daerah yang anggaran belanja pegawainya melebihi 50 persen dari total APBK daerahnya, maka tidak akan mendapatkan kuota penerimaan (calon pegawai negeri sipil) dan disarankan untuk segera merapmmpingkan struktur organisasi pemerintahan daerahnya. “Alasan dilarang menambah pegawai adalah karena ketika dikaitkan dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan yang berdampak langsung kepada masyarakat dan dunia usaha, maka roda pemerintahan daerah tersebut sudah kurang sehat,” kata Yuddy Chrisnandi di Banda Aceh.
MenPAN Yuddy menyebutkan bahwa kabupaten/kota Aceh yang belanja pegawainya sudah mencapai 50 persen dari total jumlah belanja APBK yaitu ada sebanyak 10 kabupaten/kota. Namun, mengenai kabupaten/kota mana saja yang belanja pegawainya sudah di atas 50 persen dari total belanja APBK-nya tahun 2015, tidak dia sebutkan. Meski begitu, ada enam kabupaten/kota yang riil belanja pegawainya sudah lebih dari 50 persen dari total APBK-nya berdasarkan data dari Dinas Keuangan Aceh, diantaranya Bireuen mencapai 53,46%, Banda Aceh 50,59%, Aceh Utara 50,54%, Aceh Besar 50,45%, Pidie 50,37%, dan Aceh Selatan 50,36%.
Anonim
Author & Editor
ASNCPNS.COM adalah website independent yang tidak dibiayai oleh pihak manapun. Informasi kami selektif, akurat, no-hoax tanpa bumbu-bumbu tambahan yang sekiranya bisa membuat informasi terkesan lebih besar atau lebih baik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar