asncpns.com - Pada tanggal 15 September lalu, telah terjadi kesepakatan antara Pemerintah yag diwakili oleh Yuddy Chrisnandi selaku Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang diwakili oleh Komisi II. Kesepakatan tersebut untuk menanggulangi masalah honorer Kategori II (K2) khususnya guru honorer yang selama ini tak kungjung selesai.
Dalam kesepakatan tersebut, tertuang bahwa pengangkatan terseut akan dilakukan secara berkala selama 5 tahun dimulai dari 2016 hingga 2019 dengan jumlah biaya pengangkatan sebesar 188, 355 miliar dan total anggaran sebesar 34 triliun. Namun, tidak anggaran tersebut tidak tercantum dalam APBN 2016 yang telah disahkan. Tentu saja hal ini membuat para sejumlah pihak panik terutama para honorer.
Farouk Muhammad selaku Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sangat menyesalkan hal ini . “Hal ini sangat memprihatinkan karena menunjukkan terjadinya ketidakadilan perlakuan negara terhadap mereka yang mengemban profesi guru. Di satu pihak, ada yang memperoleh penghasilan dan kesejahteraan yang relatif baik tanpa mempersoalkan dedikasi dan ketulusan pengabdiannya, tetapi di lain pihak, ada yang mengabdi dengan tulus walau hampir tidak mendapat perlakuan (penghasilan dan kesejahteraan) yang layak dari negara."ungkapnya.
<!- adsense -->
Mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) menambahkan, DPD RI sangat menyesalkan bahwa DPR dan pemerintahan Jokowi-JK tidak memasukkan anggaran pengangkatan guru ke dalam APBN 2016. "Guru honorer telah berperan secara tekun untuk mendidik tunas bangsa, namun amat disayangkan bahwa penghargaan negara kepada mereka sangat minim, bahkan dapat dikatakan tidak manusiawi,” tambahnya.
Jika pengangkatan ini ditunda karena anggaran, maka hal tersebut patut dipertanyakan. Pengangkatan honorer yang sangat krusial terkesan dikesampingkan karena alasan anggaran, sedangkan anggaran lain yang mungkin sifatnya biasa saja bisa masuk. Inilah mengapa hak budget DPD menjadi penting, yakni agar APBN dapat lebih baik teranggarkan. Apalagi dalam kasus ini, banyak guru honorer bekerja di daerah.
Selain itu, pengangkatan guru honorer menjadi sangat mendesak dikarenakan kurang meratanya penyebaran guru yang ada, sehingga di daerah terpencil, kepulauan, dan perbatasan, tenaga pendidik sangatlah minim. Selain itu, dengan diangkatnya para guru honorer ini bisa meningkatkan kualitas pendidikan, karena para guru fokus mendidik siswanya tanpa harus memikirkan bagaimana bertahan hidup.
Guru adalah ujung tombak revolusi mental, oleh sebab itu bila pemerintah ingin menyukseskan Nawacita, terutama Nawacita Kelima, maka sudah saatnya pemerintah dan instansi-instansi terkait memberikan kebijakan afirmasi terhadap masalah kesejahteraan guru. “Masalah pengangkatan guru honorer juga terkait dengan peningkatan kualitas mutu guru sebab pengangkatan akan berimbas pada pemberian tunjangan profesi yang dapat membantu mereka untuk meningkatkan kapasitas pedagogi dan keahlian lainnya."
Namu perlu digaris bawahi bahwa penambahan guru secara kuantitas harus diimbangi dengan kualitas guru tersebut. Oleh karena itu, rekrutmen harus dilakukan secara berhati-hati dengan mengedepankan kualitas guru secara merata. DPD berharap pemerintah bisa segera merespon hal ini, setidaknya mengangkat mereka yang telah lulus ujian. Dan pemerintah juga dapat segera memasukkan anggaran pengangkatan honorer kedalam APBN-P, tentu saja dengan dukungan DPR-RI.
Selasa, 17 November 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar