Kecurangan CPNS Gorontalo, yang dimaksud kecurangan disini adalah adanya kecurangan dalam hasil pengumuman Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Gorontalo. Ratusan warga di kabupaten Gorontalo mendatangi gedung DPRD setempat, untuk melakukan demo unjuk rasa menolak hasil pengumuman Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) karena diduga ada kecurangan.
Rahmat Mokodongan selaku koordinator lapangan (korlap) mengatakan bahwa semua warga akan menuntut kepada DPRD dan Pemerintah Daerah untuk menolak hasil pengumuman itu. Pasalnya telah beredar rakaman-rekaman dari sejumlah peserta yang dimintai uang pelican agar bisa lulus dan dan bisa diangkat sebagai CPNS.
Ditambah lagi kepala Badan Kepegawaian Daerah dan diklat setempat yang tidak transparan dan tidak mau berkomunikasi dengan masyarakat terkait dengan kejelasan proses penerimaan tersebut. Selain menuntut Ramli Polapa selaku Kepala BKD dan Diklat, pendemo juga meminta DPRD untuk mengusut oknum pelaku transaksi jual beli kursi CPNS.
Tindakan tersebut dinilai sangat merugikan masyarakat lokal, apalagi saat ini kepala BKD dan Diklat belum mengumumkan hasil secara terbuka daftar nama yang lulus. Sementara itu ketua DPRD Muksin Badar mengatakan bahwa pihaknya akan membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengusut proses penerimaan CPNS sekaligus akan mengumpulkan bukti-bukti rekaman jika memang benar terjadi transaksi jual beli kursi.
Muksin Badar mengatakan bahwa DPRD meminta kepada BKD agar segera mengumumkan secara luas daftar CPNS yang berhasil lulus dan tidak ada unsur manipulasi. Jangan sampai daftar nama yang seharusnya tidak lulus tertukar dengan nama yang seharusnya lulus atau meluluskannya hanya karena dia anak atau keluarga seorang pejabat.
Konsorsium LSM Pemantau Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (KLPC) membeberkan titik rawan kecurangan seleksi CPNS. Hal ini berdasarkan pengalaman recrutmen CPNS pada tahun-tahun sebelumnya. Menurut anggota KLPC, Siti Juliantari Rahman mengatakan bahwa ada 9 titik rawan seleksi CPNS. Salah satu diantaranya adalah pelamar tidak memenuhi kriteria sebagai honorer K2, untuk K2 yang rawan adalah data honorer yang dimanipulasi, misalnya baru jadi honorer tahun 2008, dan dia sebenarnya tidak bisa ikut seleksi tapi dimanipulasi agar bisa ikut.
Selanjutnya untuk memperkecil pesaing dalam seleksi CPNS seringkali terjadi diskriminasi dalam seleksi administrasi bagi pelamar tertentu terkait dengan nomor dan kartu ujian. Pada tingkat pendaftaran juga masih ditemukan manipulasi data cpns, yaitu calo-calo yang mendatangi dan membantu meluluskannya dengan meminta bayaran sekitar Rp 80 juta sampai Rp 120 juta untuk bisa menjadi PNS.
Saling menitip pelamar oleh seorang pejabat atau pihak tertentu itu juga merupakan titik rawan seleksi CPNS. Titik rawan selanjutnya adalah kebocoran soal tes CPNS. Setelah tes berlangsung juga bisa terjadi masalah, misalnya kunci jawaban yang dikirim ke pusat ternyata belum disegel, sehingga jawaban bisa diubah. Titik rawan selanjutnya adalah ada pemerasan dan praktek suap oleh pejabat atau pihak lain untuk meloloskan seseorang atau sejumlah pelamar. Adanya penambahan pelamar pada pengumuman resmi di pemerintahan daerah. Misalnya dinyatakan lulus oleh pemerintah pusat, nama-namanya ditampilkan di website tapi setelah di daerah jadi berubah, misalnya ada 200 orang yang lulus tapi 90 orang namanya diganti.
Selasa, 08 April 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar